Hari ini, 16 November 2009 entah kenapa hati ku tidak seceria seperti hari hari sebelumnya, apa karena hari ini Senin? Aku juga tidak dapat memastikannya karena walaupun I high Monday tapi aku tidak pernah seperti ini sebelumnya… setidaknya dalam 6 tahun terakhir ini….. Karena 6 tahun silam di antara hidup dan mati ku saat aku menjalani operasi persalinan putriku yang kedua, aku dibuat bingung dengan perasaan serupa.
Pagi ini seperti biasa aku awali hari-hari kerjaku dengan bangun pagi dan menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anakku, kebetulan hari ini anak-anakku libur sekolah sehingga aku tidak perlu berkejaran dengan waktu seperti biasanya.
Setelah shalat subuh aku terdiam sejenak di hamparan sajadah kamarku. Aku rasakan jantungku berdegub tidak wajar, namun aku berusaha membuang perasaan tidak enak itu. Pikirku “Seharusnya hari ini menyenangkan toh kemarin aku bersama anak-anak dan keluarga lain minus suami baru saja berjalan santai bersama di atas Jembatan Layang Pasupati…” Apa mungkin karena ketidak hadiran suamiku kemarin…??? Tapi bukan hanya kali ini saja suamiku absen untuk acara-acara seperti ini. Maklum suamiku punya dunia sendiri disana… aku pernah coba untuk terjun kedunia suamiku tapi gagal… bahkan tingkat stressku malah spontan naik, jadi lebih baik aku biarkan suamiku dengan dunianya toh walaupun berkurang tetapi kami masih keep in touch selayaknya sebuah keluarga. Inginnya sih lebih dari ini… tapi apa daya… kesibukan dan tingkat stress kami berbeda dan cara untuk refreshing kami juga berbeda… Biarlah…
Aku tersadar bahwa hari ini tanggal 16 November adalah hari ulang tahun pacarku yang pertama. Sebetulkan mungkin bukan dia pacar pertamaku, sebelumnya… saat aku sekolah pernah ada beberapa teman lelaki yang singgah dihatiku namun hanya sebatas lewat saja… mungkin cinta monyet…
Sebut saja dia adalah Yoe, lelaki sekantor denganku dulu yang secara diam-diam menyukaiku namun tidak pernah membicarakannya denganku ataupun dengan rekan kerjanya yang lain.Bukan bermaksud menyombongkan diri, namun dulu sebelum aku dengan Yoe ada dua rekan kerjaku yang lain yang menyukaiku, mereka sering kali berusaha menarik hatiku dengan caranya masing-masing. Tidak jarang mereka saling ejek demi mendapatkan simpati dari aku. Yoe sama sekali tidak menunjukkan rasa suka dan perhatiannya kepadaku. Kepada dua rekan kerjaku yang menyukaiku aku juga tidak pernah memberikan harapan karena memang aku tidak tertarik. Entah kenapa…. Padahal kalau lihat wajah mereka cukup … setidaknya diatas standard… mungkin karena mereka lebih pendek dari aku…
Hari itu, Minggu di minggu terakhir bulan Agustus 1992, aku lupa tanggal tepatnya, mungkin karena sudah terlalu lama tepatnya 17 tahun silam, padahal sebetulnya dulu aku selalu menuliskan kerjadian harianku khususnya untuk setiap kejadian yang meninggalkan kesan dihatiku, namun semenjak aku menikah aku berkomitmen untuk tidak selalu mengingat masa laluku demi masa depanku…
Sekitar jam 06.00 aku sudah tiba di kantorku… hari itu diadakan acara kantor, jalan santai bersama ke Hutan Jayagiri – Lembang. Yoe, Hadi dan Diki yang memang tinggal di mess kantor belum terlihat bersiap-siap. Namun ketika mereka melihat kedatanganku dengan serentak mereka berhamburan keluar dan berebut kamar mandi. Tidak dengan Yoe…. Dengan gayanya yang lurus-lurus saja dia keluar dari kamar untuk kemudian menuju kamar kecil kantor yang biasa digunakan saat jam kantor. Yoe selesai dan rapi lebih dulu dari pada Diki dan Hadi yang kudengar masih berebut… entah kali ini berebut apa karena mereka kini berada di kamar.Saat itu aku berdiri didepan kantor, sengaja aku tidak masuk ke dalam ruangan kantor karena kupikir hari ini bukanlah hari kerja melainkan hari untuk bersenang-senang. Aku tak mau suasana hari ini rusak dengan suasana meja kerjaku, meja dengan tumpukan kertas yang jika aku lihat mereka akan memanggilku minta dikerjain…
Kantorku adalah lembaga pendidikan komputer (LPK), staf intinya hanya ada aku, Yoe, Diki, Hadi dan Zen sebagai direktur… Kami semua masih lajang, diantara kami Zen lah yang umurnya paling tua, dia memacari guru honorer LPK juga. Aku lupa berapa jumlah guru honorer di LPK ini, mungkin ada 8 atau 10 orang, mereka semua laki-laki hanya ada 1 orang perempuan yaitu Astri yang dipacari oleh Zen. Rata-rata mereka kuliah dan mencari tambahan dengan menjadi guru honerer di LPK. Seingatku ada seorang guru honorer yang juga suka dengan aku namun aku tidak akan banyak menceritakan dia disini.Hampir satu jam aku menunggu namun Zen sang manager tak kunjung datang, begitu pula dengan guru-guru honorer…. Akhirnya kami putuskan berangkat walaupun kami hanya berempat. Tanpa rasa curiga sedikitpun aku sambut ajakan Yoe untuk berangkat lebih dulu dengan alasan terlalu lama menunggu Hadi dan Diki. Singkatnya, kami tiba di lokasi hanya berdua… entah kenapa Diki dan Hadi tidak kunjung tiba. Jaman itu belum banyak orang menggunakan HP sehingga kami lost contact dan entah angin apa juga yang menyebabkan aku mau diajak Yoe untuk naik ke atas kawasan hutan lindung Jayagiri tanpa menunggu rekan kami yang lain.
Ini adalah awal kisah cinta kami yang begitu mengagetkan bagiku karena aku sama sekali tidak mengetahui perasaan Yoe sebelumnya. Ditengah-tengah perjalanan kami sesekali aku menengok ke belakang dengan harapan ada rekan kami yang menyusul, entah apa harapan Yoe saat itu… mungkin dia lebih berharap tidak ada yang mengikuti kami.Sepanjang jalan tidak ada pembicaraan kami yang berarti, hanya membicarakan seputar orang-orang disekeliling kami, keluarga, teman dan pekerjaan.Kami berjalan melalui jalan setapak yang licin dan berbatu, aku mengiyakan saat Yoe mengajak keluar dari jalur jalan setapak dan beralih ke dalam hutan yang tidak dilalui banyak pengunjung. Mungkin karena ketertarikan aku pada nuansa alam yang masih bersih, sejuk dan damai. Terbayang olehku didalam hutan mungkin akan lebih sejuk dan menarik…Ditengah hutan kami beristirahat, duduk di rumput yang masih dibasahi embun pagi… Saat itu aku mengunyah permen karet untuk menghilangkan rasa haus dan letihku. Tanpa rasa curiga sedikitpun aku tak menolak saat dia duduk di samping kiriku.
“Cape ya…?” Yoe bertanya
“Nggak juga, malah seneng”
Aku tersentak saat dia memegang bahu kananku dan berkata..
“Kamu tahu nggak? Aku tuh suka sama kamu”Sesaat kami terdiam. Bagaimana aku tidak terperanjat kaget mendengar perkataan dia sementara selama ini dia bersikap acuh kepadaku. Tak lama kemudian Yoe melanjutkan pembicaraannya
“Kamu mau nggak jadi pacar aku…?”Aku masih terus diam mematung, tubuhku amat susah digerakkan seakan terkunci dengan tangan kanan Yoe yang masih menempel di pundakku.
“Ya Tuhan… kenapa selama ini aku tidak bisa melihat gelagat Yoe… apa yang harus aku katakan saat ini?”
Yoe memastikan : “Gimana…? Kok kamu diem?”
“Ggg… Akk… Gggg…!!” Sangat berat rasanya untuk mengeluarkan kata demi kata dari mulutku.
“Kata orang, diem itu berarti mau lho….!” Yoe menegaskan.
Aku terus berusaha untuk mengeluarkan kata-kata dari mulutku, tapi saat itu aku seperti bisu, hanya bisa diam seribu basa. Yoe yang semula berada disampingku kini bergeser kehadapanku. Kini kedua tangannya sudah ada di kedua belah pipiku. Aku semakin tak bisa berbuat apa-apa. Tiba-tiba Yoe menarik wajahku kemudian mendaratkan kecupan hangat dikeningku.Badai besar mengaliri seluruh tubuhku, aku semakin tak berkutik dihadapan Yoe. Melihat gelagatku yang tak menentu, tanpa bicara sepatah katapun kembali Yoe memberikan ciuman kepadaku, kali ini kecupan manis di bibir. Itulah kecupan pertama yang pernah aku dapat dari seorang lelaki, kecupan yang datang dari orang yang selama ini mengagumiku secara diam-diam.
Singkat kata, suasana sudah melebur kembali, walaupun aku tidak memberikan jawaban atas pertanyaan dia, kami putuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan dan kembali ke kantor.Selama perjalanan pulang suasana menjadi aneh, kami tidak berbicara sama sekali. Dia turun didepan kantor sementara aku langsung pulang tanpa mampir ke kantor, membawa seribu pertanyaan yang memenuhi benakku.
Pagi itu, aku tiba dikantor seperti biasa, badanku terasa kurang fit mungkin karena semalam tidurku tidak nyenyak. Diki dan Hadi menghampiri meja kerjaku untuk meminta penjelasan soal kemarin. Aku tidak bisa banyak bicara karena akupun masih menyimpan benyak pertanyaan dalam hatiku.
“Tanya Yoe aja, aku nggak tahu”Diki dan Hadi mencium gelagatku yang tidak biasa itu. Tanpa banyak bicara mereka meninggalkanku, mungkin mencari Yoe yang saat itu belum keluar dari kamarnya. Biasanya sepagi ini, saat aku tiba di kantor Yoe sudah siap dimeja kerjanya yang bersebelahan dengan meja kerjaku. Diam-diam aku jadi penasaran, ada apa kok Yoe belum ada di mejanya. Jam menunjukkan jam 08.30 berarti sudah lebih setengah jam dari jam kerja yang seharusnya, Yoe baru kelihatan menghampiri mejanya, seperti biasa dia acuh kepadaku seakan-akan tidak ada yang terjadi diantara kami berdua pada hari Minggu kemarin.
Aku makin salah tingkah dibuatnya, waktu seakan tidak berputar. Ingin rasanya aku berlari menghilang dari hadapan Yoe. Akhirnya Yoe menghampiri meja kerjaku dan duduk di kursi tamu di hadapanku.
“Kenapa ..? Kamu sakit ya…?”
“Nggak juga”
“Kok dari tadi diem terus?” Yoe bertanya lagi
“Tanya aja ke diri sendiri”. Jawabku ketus
“Eh, kita kan sudah jadian lho…. Kok begitu sih ngejawabnya” tanya Yoe lagi
Aku hanya tersenyum sinis. Terus terang sampai saat ini pun aku belum tahu isi hatiku yang sebenarnya. Apakah aku suka dia? Apakah betul aku mau jadi pacarnya?
“Yuk kita makan…!” Yoe mengajakku
“Makan? Jam berapa ini?”
“Ya… sekali-kali nggak apa-apa kita makan lebih awal. Nanti aku panggil Diki untuk menggantikan kamu disini.” Jawab Yoe
Jam 11.00 kami makan diwarung nasi langganan kami. Biasanya kami makan tidak hanya berdua, kadang dengan guru pengajar yang kebetulan ada jam mengajar, kadang dengan Diki atau Hadi. Di sela makan siang kami baru aku berani bertanya kepada Yoe
“Kenapa sih kamu begitu sama aku?”
“Begitu gimana? Kamu nya aja yang nggak pernah ngerasa…”
“Hampir setiap hari Diki dan Hadi itu membicarakan kamu, mereka sedang berlomba lho.... Dulu-duluan dapetin kamu.” Yoe menjelaskan
“Terus…” aku penasaran
“Aku sih nggak rela kamu jadi bahan rebutan, makanya aku duluian aja“Jawaban yang ngawur, tapi aku pikir sih dibanding Diki atau Hadi, Yoe memang lebih dong…!!! Ganteng…?? lebih dari mereka, tinggi…?? iya, pinter..??? iya juga. Ya… masuk kriteria aku deh…
Dari situ, kami sering makan siang berdua, dia mengantar aku saat aku pulang walaupun awal-awalnya aku tidak mau namun akhirnya bukan hanya mengantar tapi dia mendapatkan ijin apel dirumahku. Untuk menghabiskan waktu berdua, kami pernah naik bis kota dari terminal untuk kemudian kembali ke terminal itu…. Hanya untuk berduaan di bis, namun sangat banyak cerita suka yang tercipta saat itu.Kami tidak pernah membahas kejadian di Jayagiri, mungkin kami sama-sama malu, namun hubungan diantara kami semakin dekat dan kami sudah mendapatkan lampu hijau dari orang tua kami berdua.
Dua tahun hubungan kami berjalan, suka, duka, manis, pahit sudah banyak kami lalui bersama. Namun perasaanku mulai luntur kepada Yoe, entah apa yang menyebabkan aku ingin berpisah dari dia, padahal tidak ada orang ketiga diantara kami. Bagaimana dengan prinsip aku? Aku tidak akan memutuskan hubungan dengan lelaki, harus lelaki itu yang memutuskan aku. Seribu cara aku mencari alasan ingin putus dari dia, namun seribu cara juga Yoe menolaknya.
Puncaknya, walaupun terasa amat berat namun akhirnya aku memutuskan dia… Malam itu Yoe datang kerumahku. Mungkin niatnya untuk apel. Ibuku dan saudara-saudaraku sedang berkumpul dirumah. Mereka membiarkan kami berdua di ruang tamu.Pembicaraan kami sudah tidak seaarah, apa yang Yoe katakan selalu membuat aku semakin benci padanya… aku juga tidak mengerti mengapa bisa demikian, yang jelas yang ada dipikiranku saat itu adalah “Inilah saatnya kita putus…. Tidak boleh tertunda lagi…”Disaat suasana hening karena tidak ada pembicaraan yang keluar dari mulut kami, aku berkata :
“Kita putus aja sekarang!”
Yoe tersentak…Kemudian dia beralih duduk, yang semula duduk dikursi seberang aku, kini dia berada disamping aku sambil memegang tangan aku.
“Kenapa…???” Suaranya terdengar sangat parau, mungkin saking kagetnya dia mendengar aku mengucapkan kata itu.
“Dari kemarin-kemarin kan sudah aku bilang, kita nggak cocok…Kamu nya aja yang nggak pernah nyadar” jawabku sinis
“Tapi kan kita bisa perbaiki?” Yoe memelas
“Nggak bisa, pokoknya aku ingin putus!”
“Apa nggak bisa dipikirkan lagi?, aku nggak bisa kalau nggak ada kamu?”
“Nggak, ini sudah bulat”
“Kamu sudah punya lelaki lain ya, sayang…?”
“Nggak kok, udahlah nggak usah ngomong yang nggak-nggak”
Banyak pertanyaan dari mulut Yoe seakan dia tidak percaya aku akan tega memutuskan dia, namun semua pertanyaan dan pernyataan Yoe aku bantah dengan sinis, hingga Yoe menangis di kakiku.“Oke… kalau memang ini keinginan kamu, aku terima kita putus…”
Setelah itu Yoe masuk ke ruang keluarga dan menangis di pelukan ibuku, sakit terasa ditenggorokanku ketika aku harus menyaksikan adegan itu dan menahan supaya air mataku tidak mengalir.Ku dengar ibuku memberikan hiburan kepada Yoe : “Ibu nggak bisa berbuat apa-apa, dari kemarin-kemarin Ria mengeluh kepada Ibu, Ibu sudah menasihati Ria tapi dia bersikukuh ingin putus dengan kamu. Sabar ya… maafkan anak Ibu”Setelah itu Yoe pulang dengan langkah yang amat berat… Aku hanya bisa melihat dari belakang tanpa mengantarnya dengan kecupan yang biasanya aku berikan saat dia pulang.Hmmm… berat memang…. Tetapi setidaknya aku sudah berani melakukan yang harus kulakukan. Itu yang ada dipikiranku saat itu.
Enam bulan pertama setelah kami putus, saat itu kami sudah tidak sekantor lagi, aku mendapat kabar bahwa hidup Yoe tak menentu. Kuliahnya terbengkalai, pekerjaannya pun ditinggalkan. Namun entah setan apa yang ada dihatiku saat itu… aku sama sekali tidak mau mempedulikannya, padahal sampai saat itupun aku belum mendapatkan pengganti Yoe dihatiku.
Setahun waktu berjalan, aku mulai resah bila mengenang kisah cintaku bersama Yoe. Aku rindu Yoe hadir disisiku karena dialah cinta pertamaku, dia lah yang pertama memberikan aku kecupan yang dapat membuat sekujur tubuhku bergetar dan dia lah yang sangat menghargai aku sebagai perempuan.Aku mulai mencari-cari informasi keberadaan Yoe, namun kabar yang kudapatkan adalah bahwa Yoe sudah mempunyai pengganti aku. Hancur hatiku saat itu, namun aku tidak putus asa, berbagai cara aku lakukan untuk mendapatkan dia lagi. Tapi apa yang kudapatkan… dia sama sekali tidak mau memperdulikan aku lagi, hingga suatu saat di acara perkawinan kerabatku aku bertemu dengan Yoe yang saat itu hadir juga karena ternyata Yoe adalah kerabat dari pihak pengantin.
Saat itu aku sendiri, Yoe pun demikian, aku pikir inilah harapanku untuk memintanya kembali ke sisiku.Walaupun tidak aku utarakan secara langsung, aku yakin dia mengerti maksudku. Tapi dia tidak mau berpaling dari kekasihnya.
“Aku nggak bisa… aku cinta dia. Kita sudah bukan apa-apa lagi kan? Itu yang dia ucapkan.
“Iya aku tahu, tapi bukankah dulu kita bahagia?“
"Kamu adalah masa laluku, biarkan aku bersama dia. Aku yakin kamu akan mendapatkan pria yang jauh lebih pantas untuk kamu”
Aku sama sekali tidak menampakkan kekecewaanku dihadapan Yoe, namun saat itu ingin sekali aku menangis, memeluk dan tidak melepaskannya lagi.
Setelah aku tahu bahwa Yoe tidak menginginkan aku lagi, aku berusaha untuk melupakannya. Sungguh berat, namun aku paksakan untuk menjalani hidup sewajarnya karena mungkin ini adalah karma bagiku. Ditahun awal kami putus aku tidak perduli dengan keadaan Yoe, kini ditahun berikutnya, aku harus menerima balasan atas perlakuanku pada Yoe.
Sebelum menikahi Anto aku sempat beberapa kali berpacaran namun tidak pernah ada yang seperti Yoe. Bahkan dengan suamiku, di pertemuan pertama kami aku sama sekali tidak mendapatkan sosok yang aku idamkan, mungkin karena yang ada dipikiranku saat itu adalah sosok Yoe.Waktu berjalan, aku dan Anto menikah, aku mulai mencintai Anto, perlahan Yoe hilang dari ingatanku. Pernikahanku cukup bahagia, terutama disaat kami masih berdua. Karena masa pacaran kami yang cukup singkat, kami setuju untuk menunda kehadiran buah hati sampai setahun mendatang.
Kami makin bahagia setelah putri pertama kami lahir, walaupun untuk urusan ranjang tidak bisa segencar disaat kami masih berdua, karena kini selain putri pertama kami, ada pembantu yang menginap di rumah kami. Namun kebahagian kami tidak berkurang.Diluar rencana, saat putri kami berusia 2 tahun 3 bulan aku harus melahirkan anakku yang kedua.
Persalinanku yang kedua ini tidak selancar persalinanku yang pertama. Air ketubanku pecah disaat usia kandunganku baru mencapai 7 bulan. Dua malam aku menginap di RS Boremeous untuk menjalani perawatan.Namun akhirnya kandunganku tidak mungkin dipertahankan dan anakku harus segera dilahirkan dengan cara operasi sesar.Sebelum tiba waktu operasiku, didalam tidurku aku didatangi bapakku yang sudah meninggal sejak aku kanak-kanak. Saat itu Anto yang sedang menungguiku membangunkanku karena aku menangis dalam tidurku.
“Kenapa Bu..?? Ibu Kok nangis?”
“It..it… itu.. Bapak datang…” jawabku sembari menahan tangis
“Mana? Dia bilang apa?” suamiku bertanya lebih lanjut.
“Belum sempat bilang apa-apa… Coba kamu tidak bangunkan aku….” Sesalku.
Anto merasa tidak nyaman dengan kehadiran almarhum Bapakku di dalam tidurku, dia langsung menghubungi ibuku dan menceritakan kejadian itu. Saat operasi berjalan semua keluarga menunggui aku diluar kamar operasi. Saat itu kemungkinan aku atau anakku ada yang tidak akan tertolong, terlebih dengan kehadiran almarmuh bapakku, kata orang tua dulu mungkina dia datang untuk menjemput.Sekitar 2 jam operasi berjalan, mukjizat datang, baik aku ataupun anakku dalam keadaan baik walaupun anakku harus masuk incubator karena berat badannya yang hanya 1,2 kg.
Diluar dugaanku, disaat aku berada antara hidup dan mati bapakku datang lagi… dia tersenyum kepadaku sembari melambaikan tangannya. Yang membuatku bingung adalah disebelah Bapakku berdiri Yoe dengan senyumnya yang khas. Aku tidak mengerti mengapa Yoe bisa berdiri disamping almarhum Bapakku, padahal dia masih hidup dan dalam keadaan baik-baik saja. Apa sebetulnya dia tahu keadaanku dan dia mendoakan aku???
Kejadian itu terjadi enam tahun silam, aku tak pernah berani mengutarakan penglihatan aku ini kepada Anto, aku khawatir dia akan kecewa. Aku coba lupakan kejadian itu walaupun sesekali mengganggu pikiranku. Namun mengapa hari ini kejadian itu terulang kembali, aku gelisah tak menentu sepanjang hari ini tanggal 16 November 2009. Apakah ini karma untuk aku yang sudah tega menyakiti Yoe pada masa lalu?