Setelah Portugal Mampu Melewati
Jum'at, 02 Juli 2004 | 10:02 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Betapa lama masyarakat Eropa menunggu sebuah partai final Piala Eropa yang betul-betul memiliki ruhnya. Di sana, di partai penentuan gelar juara itu, tampil tim tuan rumah yang membuat suasana stadion lebih bergelora.
Sejak Prancis terakhir kali merebut sukses di kandang sendiri, pada Piala Eropa 1984, tak satupun tim tuan rumah yang maju ke pertandingan final. Padahal, mereka adalah negara-negara dengan tradisi sepak bola kuat di Eropa.
Tuan rumah Jerman Barat hanya bertahan sampai semifinal Piala Eropa 1988, kalah dari Belanda. Empat tahun berikutnya, langkah Swedia terhenti di tempat yang sama, dari lawan yang sama, Belanda.
Inggris juga tersungkur di semifinal di tangan Jerman saat jadi tuan rumah Piala Eropa 1996. Dan empat tahun lalu, giliran Italia yang mengandaskan harapan tuan rumah Belanda di semifinal. Tuan rumah lainnya waktu itu, Belgia, bahkan sudah tersingkir di babak penyisihan grup.
Karena itu, wajar saja jika hal semacam itu sempat menghadirkan trauma bagi Portugal ketika sampai di semifinal Piala Eropa kali ini. Bayangan kegagalan tim-tim tuan rumah di semifinal cukup menghantui mereka.
Kalau Portugal mampu melewati "takdir" itu, tentu mereka punya sesuatu, atau sebaliknya lawan yang tak punya sesuatu. Keduanya masih bisa jadi perdebatan panjang.
Soal kemampuan, Portugal terbukti pantas melaju ke final. Tapi, lolosnya Portugal juga antara lain disebabkan tak primanya penampilan tim-tim raksasa Eropa selama ini, termasuk juara bertahan Prancis, tim unggulan Italia dan Inggris, hingga Belanda, Spanyol, dan Jerman.
Banyak alasan yang diberikan atas kegagalan tim-tim raksasa ini. Prancis memberi alasan pemainnya kelelahan di kompetisi selain kebijakan pelatihnya yang mempertahankan pemain-pemain tua. Jerman menuding banyaknya pemain asing yang beredar di Bundesliga sebagai penyebab kegagalan mereka membentuk tim dengan materi pemain-pemain muda penuh harapan.
Apapun alasannya, sukses Portugal tak baik bila dicederai. Yang jelas, dari penampilan sejak 12 Juni lalu, kecuali saat dikalahkan Yunani, Portugal memang layak tampil di final. Mereka tampil begitu dinamis, memanfaatkan seluruh sisi lapangan menggempur pertahanan lawan. Satu-satunya kekurangan Portugal saat ini hanyalah mereka tak punya penyerang yang betul-betul tajam.
Lalu, dengan begitu, apakah Portugal juga berpeluang mengikuti jejak Prancis (1984), Italia (1968), dan Spanyol (1964), berjaya di kandang sendiri? Peluang mereka tetap terbuka, terlepas dari siapapun lawan yang akan dihadapi di final.
Dalam kaitan ini, jelas Portugal tak bisa memilih-milih lawan lagi. Siapapun lawan yang bakal dihadapi, mereka memiliki keistimewaan. Bukan hanya karena mereka lolos ke semifinal, tapi juga disebabkan keduanya memiliki keunggulan masing-masing.
Siapa yang meragukan kualitas teknik dan kemampuan team work Republik Ceko saat ini? Bahkan Belanda, Jerman, Latvia, hingga Denmark telah jadi korbannya. Ceko pun jadi satu-satunya tim yang selalu memenangkan pertandingan, setidaknya sebelum sampai di semifinal.
Ceko juga punya barisan pemain yang dengan kemampuan sendiri, bisa menghidupkan permainan tim.
Pada diri Pavel Nedved, Karel Poborsky, Milan Baros, Ceko memiliki pemain yang oleh banyak orang biasa disebut bisa memenangkan pertandingan dengan kemampuannya sendiri.
Portugal boleh saja mengklaim diri memiliki pelatih terbaik pada diri Luiz Felipe Scolari. Tapi, siapa pula yang meragukan kemampuan Karol Bruckner membangkitkan Ceko dari tidur panjangnya? Siapa pula yang tak yakin dengan kehebatan Otto Rehhagel membangun Yunani dari sebuah tim kalahan hingga bisa melaju ke semifinal.
Secara teknis, Ceko mungkin lebih memilih menghindari pertemuan dengan Ceko di final. Mereka bisa jadi lebih senang berhadapan dengan Yunani.
Tapi, ini pun tanpa risiko. Yunani pernah mengalahkan mereka di Stadion Dragao, Porto, pada pertandingan pembukaan. Dengan kondisi seperti itu, secara psiologis Yunani akan masuk ke lapangan dengan keyakinan tinggi.
Bila Yunani sudah sampai pada tahap seperti itu, mereka jadi tim yang sulit ditahan. Mereka memang memiliki daya juang dan kekompakan yang hebat, selain kemampuan teknik individu pemain yang juga tak bisa dianggap enteng.
Jadi, siapa lawan terbaik bagi Portugal? Bahkan pemain Portugal sendiri pun tahu lebih memilih lawan siapa. Soalnya, siapapun yang menang dalam pertandingan Ceko lawan Yunani, keduanya tetaplah lawan yang berat dan bisa-bisa mengandaskan ambisi Portugal memenangkan gelar pertama di ajang bergengsi. Sebuah peristiwa yang akan menghadirkan luka bagi pendukung fanatiknya.
Print
[Tutup jendela]