Hari ini aku kesiangan! Padahal aku harus mengumpulkan tugas ke meja Pak Harto pagi-pagi sebelum bel. Huh, beginilah nasibnya kalau jadi murid yang ngaku udah tua. Kemarin aku tidak mengumpulkan tugas kliping. Alasannya sangat simple, yaitu LUPA! Dan parahnya lagi aku juga lupa untuk berbohong kepada Pak Harto. Padahal kan aku bisa mengarang-ngarang cerita sebagai alasan kenapa aku tidak membawa tugas kliping itu. Huh, seandainya aku bisa memberi alasan selain LUPA. Sesampainya di sekolah, aku segera mengumpulkan tugas itu ke meja Pak Harto tepat 1 detik sebelum bel. Hehehe, engga ding. Maksudku 1 jam sebelum bel. Hahahaha, jadi tadi aku lupa kalau jam di kamarku mati. Dan ternyata aku sama sekali tidak telat! Malah kepagian. Huh, tadi buat apa dong aku buru-buru bangun? Harusnya aku masih menikmati mimpiku setengah jam lebih lama. Nasib, nasib. Lalu aku berjalan ke kelasku yang berada di lantai 5, mana tasku hari ini berat banget lagi. Aku tak tahu apakah aku tadi salah memasukkan buku ke dalam tasku. Mungkin bukan buku yang aku masukkan ke dalam tasku, melainkan batu. Hhh, tidak usah dipikirkanlah. Dan.. ternyata aku benar-benar sial. Karena saking beratnya, aku berjalan lambaaattt sekali ke lantai 5. Dan aku dihukum karena aku telat! Coba bayangkan, tadi aku dateng 1 jam sebelum masuk sekolah, dan aku dihukum karena telat. Tuh kan aku adalah murid yang ngaku udah tua. Jalan aja lambat banget. Yah, akhirnya aku harus menunggu di luar kelas sampai jam pelajaran pertama selesai. Akhirnya jam pelajaran pertama selesai. Akhirnya aku bisa duduk di bangku sofa kelasku. Okay, itu hanya khayalanku. Itu karena aku sedang capek jadi aku menganggap bangku kayu di kelasku adalah sofa. Hahahaa. Aku menaruh tasku ke laci mejaku. Saat itulah aku menemukan sesuatu di dalam laciku “Eh, gue nemuin sesuatu di laci!” kataku histeris kepada teman sebelahku, Ria “Ih apa sih? Kayak nemuin barang langka aja!” “Tadaaa,” kataku sambil mengeluarkan barang itu dari laci. “Wah ternyata surat! Barang langka nih.” “Hahaha, lebay deh.” Aku dan Ria pun langsung membaca surat itu,begini isinya Untuk : Skolastika Diana EverretaKau bagaikan sinar mentariYang senantiasa menerangi harikuAku adalah bolaDan kamu adalah tangan halusYang bisa membuat bola duniaku berhenti berputarYang bisa mengalihkan pandangankuKau begitu sempurna di mataku “Hahhahaha,” tiba-tiba tanpa alasan yang jelas, Ria tertawa terbahak-bahak. Mungkin itu adalah tanda-tanda Ria mulai gila.Mari kita cek 5 tanda umum anak mulai gila1. Tanpa alasan yang jelas tiba-tiba tertawa2. Tertawa tidak bisa dihentikan dan tertawa sangat keras meski ada guru killer di kelas3. Tertawa tanpa alasan yang jelas4. Susah untuk menghentikan tertawanya5. Ada guru killer di kelas tetep aja ketawanya sangat keras Eh tunggu kok kayaknya nomor 3, 4, 5 sama ya? Apa aku juga gila? Oh tidaaaakkk!! Okay kembali ke cerita. “Ria! Kenapa sih lu? Ketawa yang wajar-wajar aja dong” kataku kesal, tapi tetap saja Ria tidak bisa berhenti tertawa. Memang, Ria kalau sudah tertawa tidak bisa dihentikan. Tuh kan, 5 tanda umum anak mulai gila, Ria punya semuanya dan Ria pun divonis gila (menyanyi lagu dancow ’10 tanda umum’). Hemm, bahaya nih kalau aku berteman dengan Ria "Ria, Everetta! Kalau kalian ingin bercanda, keluar saja, supaya tidak mengganggu teman kalian yang lain. Dan kamu Everetta, sudah tahu telat, masih saja bisa ribut dan mengajak temanmu tertawa. Ria kan kalo ketawa tidak bisa dihentikan!” Uupss kami lupa bahwa ini masih jam pelajaran. Huh, gara-gara Ria, aku jadi kena omel juga. Tapi omelan Bu Valen tadi cukup menguntungkan lho, buktinya sekarang Ria sudah bisa berhenti tertawa “Puisinya lucu banget. Masa tadi katanya lo adalah sinar mentari, terus habis itu lo adalah tangan halus hihihihi” kata Ria. Aku bengong. Jadi hanya itu yang membuat Ria tertawa terbahak-bahak? Dimana letak kelucuannya? Gubrak! Teett! Bel tanda pulang sekolah berbunyi. Aku segera berlari keluar kelas. Aku ingin pulang! Sambil berjalan aku membaca surat itu lagi. Tiba-tiba Edward, cowok impianku lewat di depanku. Oh my god! Dia sangat cool dan ganteng. Aku segera berpikir, mungkinkah dia yang mengirimkan surat cinta itu? Aku mulai berkhayal, dia mengirim puisi cinta itu lagi, dan aku memergoki dia sedang menaruh puisi itu di mejaku, lalu dia gugup, aku interogasi dia dan akhirnya dia menyatakan cintanya padaku, dan kita pun jadian. Oohh, so sweet. “Eta!” panggilan Ria membuyarkan lamunanku.“Ngapain si Ri? Lagi enak-enak melamun juga,” gerutuku kesal “Sst, udah jangan ngeluh mulu! Gue punya berita bagus, gue tau siapa yang ngirim puisi cinta itu.” “Hah?! Siapa? Edward ya?” kataku sambil berbisik ketika mengucapkan kata 'Edward'“Bukan,” kata Ria sambil memasang wajah serius Bersambung